Aprilia Handriyastuti
Pada Suatu Hari Bumi Tak Lagi Bumi yang Sekarang
Agus R. Sarjono merupakan salah satu sastrawan Indonesia yang lahir di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 27 Juli 1962. Namanya dikenal sebagai penyair, novelis, dan penulis esai sastra yang dimuat di berbagai media massa.  Agus telah mementaskan karya-karyanya di berbagai negara.  Pada tahun 1988, ia lulus dari Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) di IKIP Bandung. Setelah lulus dari IKIP Banung, Agus menyelesaikan program pasca sarjana di Jurusan Kajian Sastra, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) di Universitas Indonesia pada 2002. Agus bekerja sebagai pengajar pada Jurusan Teater Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Bandung, serta menjadi redaktur Majalah Sastra Horison. Beberapa karya Agus R. Sarjono yaituKenduri Air Mata (1994,1996), A Story from the Land of the Wind (1999,2001), Suatu Cerita dari Negeri Angin (2001,2003), Frische Knöckhen aus Banyuwangi (dalam bahasa Jerman, 2002), Diterbangkan Kata-Kata (antologi puisi, 2006), Kepada Urania (terjemahan karya Joseph Brodsky, 1998) dan Impian Kecemburuan (terjemahan karya Seamus Heaney, 1998). Salah satu puisi karangan Agus R. Sarjono ialah puisi yang berjudul “Pada Suatu Hari” yang ditulis pada tahun 1991.
Puisi “Pada Suatu Hari” memiliki 18 buah baris yang memiliki makna yang menyentuh. Puisi ini menceritakan seseorang, yang digambarkan dengan sebuah buldozer, yang sedang diperintahkan oleh suatu pihak untuk menggusur sebuah lahan untuk dijadikan suatu pertambangan. Alih fungsi tersebut membuat fungsi sawah dan sungai berubah menjadi tidak sesuai dengan fungsi yang sesungguhnya. Sosok yang digambarkan menjadi sebuah buldozer ini sebenarnya menolak akan pengalihan fungsi lahan tersebut. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa dan harus melaksanakan tugas yang telah diperintahkan kepadanya.
Puisi karya penyair asal Bandung ini memiliki tipografi yang dibentuk oleh 4 bait dengan rima yang tidak beraturan. Pada bait pertama, terdiri atas lima baris dimana tiap baris mempunyai jumlah kata yang berbeda sehingga menimbulkan tampilan yang tidak rata di kanan melainkan hanya rata pada bagian kiri saja. Penampilan seperti itu tidak akan membuat pembaca atau penikmat puisi merasa bosan. Namun, hal tersebut tertutupi oleh cantiknya pengarang memilih diksi dalam menggambarkan suatu keadaan dengan menggunakan sebuah benda yang disebut buldozer.
Selain pemilihan diksi yang bagus, pada puisi yang dibuat tahun 1991 ini juga menggunakan beberapa gaya bahasa untuk memperindah penulisan puisi. Majas personifikasi banyak ditemukan dalam puisi tersebut. Hal ini ditunjukkan pada salah satu baris yang berbunyi maukah kau dengar kisahku, ucap Buldozer, jawab sawah sambil tergopoh dan baris yang lainnya. Di sini, Buldozer yang merupakan sebuah benda diibaratkan seperti manusia yang bisa berbicara, mendengar, dan merasakan. Selain majas personifikasi, juga ditemukan majas pleonasme yang ditunjukkan pada bari yang berbunyi kami sibuk dan harus pergi sebelum fajar pagi. Kata ‘fajar’ yang sudah menunjukkan ‘pagi’ diberi penegasan agar kalimatnya menjadi indah.
            Tidak hanya terdapat majas, puisi ini juga memiliki pengimajian atau pencitraan yang digunakan untuk menunjukkan kesan panca indra. Pencitraan yang ada puisi ini adalah penglihatan, perasaan, dan pendengaran. Pencitraan penglihatan dapat ditemukan pada baris ke  13 yang berbunyi lihatlah traktor-traktor dan surat keputusan dan pidato pengarahan telah tiba. Kemudian, pencitraan perasaan berada pada baris dua dari bawah yang mengatakan Buldozer itupun tersedu tercabik sunyi. Hal tersebut menyiratkan bahwa Buldozer merasa kesepian dan ingin memiliki teman untuk bercerita. Sedangkan pencitraan pendegaran ditunjukkan dengan adanya percakapan antara Buldozer dan sawah.
Agus R. Sarjono memberikan gambaran, bahwa sudah banyak lahan-lahan produktif yang fungsinya beralih dari fungsi yang sebenarnya. Terkadang hal tersebuf hanya menguntungkan salah satu pihak sedangkan pihak lain akan merasa dirugikan. Puisi tersebut sebenarnya merupakan sindiran kepada pihak pihak yang melakukan eksploitasi pada alam secara berlebihan.  Hal ini dapat dijadikan pelajaran untuk kita agar senantiasa menjaga kekayaan alam demi berlangsungnya kehidupan generasi-generasi selanjutnya.
Analisis Kebahasaan
1.      Menggunakan Pernyataan Persuasif
          Hal ini dapat dijadikan pelajaran untuk kita agar senantiasa menjaga kekayaan alam demi berlangsungnya kehidupan generasi-generasi selanjutnya.
2.      Menggunakan Pernyataan yang Menyatakan Fakta
          Agus R. Sarjono merupakan salah satu sastrawan Indonesia yang lahir di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 27 Juli 1962.
          Pada tahun 1988, ia lulus dari Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) di IKIP Bandung.
          Setelah lulus dari IKIP Banung, Agus menyelesaikan program pasca sarjana di Jurusan Kajian Sastra, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) di Universitas Indonesia pada 2002.
          Agus bekerja sebagai pengajar pada Jurusan Teater Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Bandung, serta menjadi redaktur Majalah Sastra Horison.
3.      Menggunakan Pernyataan yang Bersifat Mengomentari
          Selain pemilihan diksi yang bagus, pada puisi yang dibuat tahun 1991 ini juga menggunakan beberapa gaya bahasa untuk memperindah penulisan puisi.
          Tidak hanya terdapat majas, puisi ini juga memiliki pengimajian atau pencitraan yang digunakan untuk menunjukkan kesan panca indra.
4.      Menggunakan Istilah Teknis Berkaitan dengan Topik
          Selain pemilihan diksi yang bagus, pada puisi yang dibuat tahun 1991 ini juga menggunakan beberapa gaya bahasa untuk memperindah penulisan puisi.
          Pada baitpertama, terdiri atas lima baris dimana tiap baris mempunyai jumlah kata yang berbeda sehingga menimbulkan tampilan yang tidak rata di kanan melainkan hanya rata pada bagian kiri saja.
          Tidak hanya terdapat majas, puisi ini juga memiliki pengimajian atau pencitraan yang digunakan untuk menunjukkan kesan panca indra.
          Puisi karya penyair asal Bandung ini memiliki tipografiyang dibentuk oleh 4 bait dengan rimayang tidak beraturan.
5.      Menggunakan Kata Kerja Mental
          Puisi “Pada Suatu Hari” memiliki 18 buah baris yang memilikimakna yang menyentuh.
          Pada bait pertama, terdiri atas lima baris dimana tiap baris mempunyai jumlah kata yang berbeda sehingga menimbulkan tampilan yang tidak rata di kanan melainkan hanya rata pada bagian kiri saja.
          Agus R. Sarjono memberikan gambaran, bahwa sudah banyak lahan-lahan produktif yang fungsinya beralih dari fungsi yang sebenarnya.
          Hal tersebut menyiratkan bahwa Buldozer merasakesepian dan ingin memiliki teman untuk bercerita.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.