Perjalanan hangat dan indah Caldera terus berlanjut dengan lagu terbaru mereka, ‘Semestinya’, yang menjadi tambahan istimewa dalam katalog musik mereka. Penyanyi dan penulis lagu yang tengah meraih popularitas ini berhasil menyambut dan memikat pendengarnya melalui melodi yang memesona, dengan kesederhanaan dan kehangatan unsur Melayu yang terasa.
Jangan Lupa Baca Juga : Adeliesa Mengguncang Hati dengan Singel ‘I’m Good Here’, Kisah Pahit Akhir Hubungan
“Lagu ‘Semestinya’ adalah karya yang spontan”, ujar Caldera. “Ketika saya memikirkan tentang kehilangan dan cinta lama yang telah hilang, saya pikir itu adalah proses yang tidak dapat Anda hindari. Anda akan menemukan sebagian dari diri Anda di setiap akhir sebuah cerita, dan pada akhirnya, tidak masalah siapa yang paling menyakiti Anda, kita tetap harus melewatinya. Itu akan berlalu.” ‘Semestinya’ adalah lagu tentang melepaskan, dan bagaimana hal tersebut mungkin menjadi hal tersulit yang pernah dilakukan siapa pun, tetapi pada akhirnya, dijalani untuk yang terbaik.
Caldera sudah menjadi penggemar temannya Bilal Indrajaya, sesama penyanyi/penulis lagu. “Terutama suaranya. Sangat menenangkan dan terdengar tradisional.” Mereka akhirnya bertemu di sesi rekaman untuk proyek lain, dan saat itulah dia memintanya untuk bergabung dalam lagu tersebut. “Dia sangat menyenangkan. Senang sekali dia bilang iya.”
Heston Prasetyo, seorang produser musik, penuh semangat dalam proses produksi lagu tersebut. Ia mengatakan, “Pengalaman ini sangat menyenangkan karena kami dapat menggunakan alat musik yang klasik.” “Mikrofon yang kami gunakan sudah berkarat dan tidak akan digunakan lagi dalam rekaman biasa karena tidak memenuhi standar. Tetapi untuk lagu ini, penggunaannya sangat masuk akal. Instrumen tersebut membawa kita kembali ke masa lalu.”
‘Semestinya’ adalah lagu yang berbicara banyak tanpa banyak bicara. Lagu ini membiarkan pendengar masuk ke dalamnya sendiri, berenang melalui alur musiknya, dan duduk bersamanya sambil memegang tangannya dari awal hingga akhir. Bagi Caldera, lagu ini secara sonik menghadirkan kenangan asal-usul dan masa kecil mereka. “Saya ingat ayah saya selalu memutar musik di rumah. Bunyi senar selalu mengingatkan saya pada rumah,” ujarnya mengenai akar budaya Melayu mereka. “Semuanya sederhana, tapi tetap ada.”
View this post on Instagram