Single terbaru dari Koil, “Tak Ada Wifi di Alam Baka,” menghadirkan tanda tangan musikal khas band, dengan riff gitar tajam dan elemen-elemen gelap rock yang menjadi ciri khas gitaris Donnyantoro. Lagu ini membawa pendengar melalui kombinasi riff yang menusuk dari warisan rock masa lalu yang menjadi inspirasi Donnyantoro, dipadukan dengan bassline yang dinamis dan elemen perkusi yang memacu adrenalin.
Jangan Lupa Baca Juga : Girl And Her Bad Mood (GAHBM) Merilis “Heals”: Musik yang Merawat Jiwa
Dari segi lirik, lagu ini memiliki tema yang ditarik oleh Otong, terasa provokatif dengan sentuhan ironi. Liriknya tampaknya menggoda para pencipta janji manis tentang kenikmatan surga di masa depan, sering kali dihubungkan dengan tingkat keberagamaan seseorang selama hidup sebagai standar ukur. Koil, dengan sengaja atau tidak, mengangkat isu ini melalui lirik yang memprovokasi, mungkin sebagai bentuk ‘perayaan’ atau sindiran terhadap retorika tentang kenikmatan surgawi yang seringkali tidak jelas.
Selain dari aspek musik dan lirik, lagu ini juga menunjukkan semangat eksperimental Koil melalui penggunaan sampling di awal lagu. Mereka menyertakan dialog dari film psikopat “Pemberang” (1972), yang memberikan nuansa kocak atau mungkin sindiran pada elemen-elemen tertentu.
Jangan Lupa Baca Juga : Nikmati Proses Pendewasaan Alya Zurayya Di Album “Terbentur Terbentuk”
Koil, yang telah hadir di panggung musik independen sejak 1993, terus mengukir jejaknya dengan personel Otongkoil (vokal), Donnyantoro—Donikoil (gitar), Leon Ray Legoh—Leon (drum), dan F.X. Adam Joswara—Vladvamp (bass, synthesizer). Band ini telah melahirkan karya-karya dalam beberapa album, termasuk album penuh pertama mereka, “Self Titled” pada 1996, dan “Megaloblast” lima tahun setelahnya. Album terakhir mereka adalah “Blacklight Shines On,” dirilis pada 2007, dengan jejak musiknya yang juga dapat ditemukan di berbagai album kompilasi dan soundtrack film lokal.
View this post on Instagram
“Tak Ada Wifi di Alam Baka” bukan hanya sekadar lagu baru dari Koil, tetapi juga ekspresi artistik yang mengundang pendengar untuk merenung tentang narasi-narasi agama dan eksistensialisme melalui prisma gelap dan eksperimental musik rock.
Sebagai band pionir di kancah musik independen Kota Bandung, Koil terus mengeksplorasi batas-batas genre dan konvensi musik. Dengan “Tak Ada Wifi di Alam Baka,” mereka tidak hanya memberikan lagu baru dengan sound yang khas, tetapi juga merangkai narasi yang mengajak pendengar untuk meresapi makna di balik lirik yang provokatif. Meski telah berada di industri musik selama lebih dari dua dekade, Koil tetap setia pada semangat eksperimentalisme dan penggalian makna, menciptakan karya-karya yang tak hanya membangkitkan hasrat musik, tetapi juga merangsang pemikiran. Dalam keberaniannya mengeksplorasi konten yang berat, Koil tetap menjadi sorotan dalam panggung musik alternatif di Indonesia.